'Aku lelah. Kamu lelah. Mereka lelah. Lalu, siapa yang akan berjuang?' Kataku pada angin.
---
Aku ingin pergi, sungguh. Aku bukan orang yang kuat mental; aku tidak tahan tekanan. Suara balon meletus saja bisa membuatku menangis sejadi-jadinya. Aku tidak pandai berbohong, apalagi membuat skenario. Memangnya aku siapa, Hanung Bramantyo? Chairil Anwar? Mengutarakan perasaanku saja aku tak bisa.
Ah... mungkin benar kata otak kiriku. Percuma bicara pada orang tuli. Menjelaskan sepanjang apapun tetap tak akan terdengar. Mungkin kamu butuh melihat, supaya kamu paham. Ya, aku paham sekarang.
Tapi tidak apa kan, kalau aku ingin bercerita pada angin? Mungkin saja ia membawa ceritaku padamu, lalu kamu tergelitik untuk tau lebih jauh, dan akhirnya memahami.
---
Ini bukan masalah cinta. Aku hanya ingin membangun rumah tempatku tumbuh. Kamu kebetulan berada di dalamnya, maka aku ingin kamu membangun bersamaku. Sekali waktu kamu sedang kelelahan, bergeserlah sedikit. Beri ruang untuk mereka yang masih punya banyak energi. Jangan bekerja ketika sedang lelah. Ibuku bilang itu buruk bagi kesehatan, begitu pula hasil bangunannya.
Oh ya. Rumah kita kini tinggal puing, baru saja kemarin terkena badai topan. Kamu dengar beritanya? Aku yakin kamu tau.
Aku ingin segera membangun rumah kita lagi, kau mau ikut? Aku tunggu ya.
Yogyakarta,
19 Desember 2015
Dini hari menjelang Subuh